Postagens populares

Sidebar menu

RSS
Container Icon

Pages

Kiat Memperoleh Keikhlasan

Sumpah iblis ketika diusir Allah dari surga adalah mencari pengikut sebanyak-banyaknya dari keturunan Adam. Itulah tugas utama mereka hingga matahari terbit dari barat. Apa pun caranya, dimanapun, kapanpun, dan siapapun manusia itu tak akan lepas dari godaan iblis dan keturunannya. Allah berfirman menceritakan sikap mereka:
"Iblis menjawab : "Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan menghalangi mereka dari jalan Engkau yang lurus. Kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan belakang mereka, dari kanan dan kiri mereka dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat)." (Al-A'raf : 16-17).
Pedagang, petani, pelajar, karyawan, rakyat, pemimpin, ustadz, kyai dan seterusnya tak akan selamat dari godaan setan. Semakin tinggi keimanan manusia, semakin kuat pula godaan setan dilancarkan. Demikianlah, pada akhirnya dijumpai manusia yang notabene berakhlak mulia namun ternyata hina di sisi Allah. Notabene seorang muslim, namun ternyata kelakuannya jauh dari ajaran Islam.
Namun di antara manusia ada yang kebal alias tidak mempan dengan godaan setan. Karakteristik mereka ini adalah segala tingkah lakunya hanya berharap pada keridhaan Allah subhanahu wata’ala semata. Ialah dia orang yang ikhlas.
Allah 'Azza wa Jalla berfirman tentang Iblis, "Iblis menjawab : "Demi kekuasaan Engkau, aku akan menyesatkan mereka semuanya. Kecuali hamba-hamba-Mu yang ikhlas di antara mereka." Allah berfirman: " Maka yang benar (adalah sumpah-Ku) dan hanya kebenaran itulah yang Aku katakan. Sesungguhnya Aku pasti akan memenuhi neraka Jahanam dengan jenismu dan orang-orang yang mengikutimu di antara mereka semua." (Shad : 82-85)
Kemudian bagaimanakah kita dapat memiliki ‘senjata kekebalan’ tersebut? Ada beberapa kiat yang patut kita coba supaya mendapatkannya:
1. Memahami benar keuntungan dari ikhlas
Orang yang ingin sesuatu pasti mempelajari dan mengerti apa sesuatu itu dan manfaatnya apa. Demikian juga dengan keikhlasan, kita harus mengerti benar apa untungnya jika kita melakukan sesuatu hanya karena ikhlas kepada Allah, dan bukan tendensi lain dari keduniaan. Dengan keikhlasan yang tertanam di dalam jiwa, maka seseorang akan selalu ridha dalam melakukan suatu amalan. Dengan keikhlasan, semua amal tersebut bernilai ibadah. Meski secara kasat mata dunia tidak menguntungkan, namun pahala berlimpah akan menanti dia, baik di waktu lain di dunia, maupun tentu di akhiratnya. Tentu dengan syarat perbuatannya tidak menyelisihi ajaran Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam. Namun kebalikannya seseorang yang melakukan sesuatu tanpa keikhlasan, ia tak akan mendapatkan apa-apa di akhirat nanti.
“... Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya, Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa.” (al-Hajj [22]: 40)
2. Tumbuhkan rasa takut kepada Allah
Seseorang tak akan dapat mendapatkan keikhlasan jika dia tidak merasa takut kepada Allah. Arti takut di sini adalah merasa percaya bahwa kekuasaan mutlak dari jagat raya ini adalah di tangan Allah. Allah yang menguasai seluruh alam semesta hingga jasad dan jiwa kita. Maka tak pantaslah kita melakukan perbuatan yang tidak disenangi-Nya. Seseorang yang takut kepada Allah tidak memandang kecilnya suatu dosa, namun ia membayangkan betapa Maha Besar Dzat yang ia maksiati. Dengan rasa takut juga akan timbul perasaan bahwa hidup ini hanya sementara kemudian akan berakhir pada perjumpaan dengan Allah. Maka mau tak mau seseorang wajib berbekal sebanyak-banyaknya dari amal shalih yang mendatangkan keridhaan-Nya.
“... Dan bertaqwalah kepada Allah, dan ketahuilah bahwa kamu akan dikumpulkan kepada-Nya.” (al-Baqarah [2]: 203)
3. Tidak takut kepada siapapun melainkan kepada Allah
Bahwa makhluk sekuat apa pun, Allahlah yang memberikan kekuatan dan dia tiada berdaya di depan-Nya. Bahwa kekuasaan sebesar apapun masih di bawah kekuasaan Allah. Tak akan ada yang terjadi melainkan atas kuasa-Nya. Bahkan daun kering yang jatuh pun atas kehendak dan pengetahuan Allah. Maka jauhi perasaan takut berlebihan melebihi rasa takut kepada Allah. Kepada-Nyalah segala urusan dikembalikan.
“... Maka janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Dan agar Kusempurnakan nikmat-Ku atasmu, dan supaya kamu mendapat petunjuk.” (al-Baqarah [2]: 150)

4. Berjuang Sekuat-kuatnya Demi Keridhaan Allah
Seseorang yang ingin merasakan keikhlasan akan berjuang dengan sungguh-sungguh agar amalannya mendatangkan ridha Allah semata. Sering terjadi ketika manusia dihadapkan beberapa pilihan mereka kebingungan mana yang harus dipilih. Namun orang yang ikhlas akan memilih mana saja amalan yang mendatangkan ridha Allah. Meski harus dibayar dengan kerugian dunia, atau tanpa nilai di mata orang lain. Hatinya selalu tenang ketika melakukan amalan yang mendatangkan ridha Allah, dan gelisah jangan-jangan ada amalannya yang tidak disenangi Allah Subhanahu wata’ala. Memang terkadang agak sulit, apalagi jika jumlah amalan pilihannya ratusan bahkan ribuan. Namun harus dimantapkan dan diyakinkan bahwa amalan yang tidak diridhai Allah (baca: haram) tidak akan mendatangkan kebahagiaan hakiki, dan amalan yang diridhai Allah akan mendatangkan kebahagiaan abadi, di dunia dan pastinya di akhirat.
“... Maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allahlah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu.” (al-Maa`idah [5]: 48)
5. Mengharapkan Balasan Hanya dari Allah
Balasan segala amalan yang sebenarnya adalah dari Allah. Sering kali yang mengganggu keikhlasan seseorang adalah tatkala dia melakukan amal shalih dengan sungguh-sungguh namun tak ada balasan maupun penghargaan dari orang lain, bahkan tak sedikit yang berbalas hal yang tidak menyenangkan. Inilah perbedaan orang yang ikhlas dan tidak. Orang yang ikhlas tak akan surut langkah tatkala melakukan amalan dan tiada penghargaan manusia. Ia hanya berharap balasan dari Allah semata, meski seluruh makhluk mengingkari bahkan mencaci perbuatannya. Namun, setan tak henti menggoda dengan bisikan, “Saya sudah berbuat baik, tapi salahkah saya berharap balasannya. Saya sudah berusaha mendapatkan keridhaan Allah, apa ruginya jika saya mengharapkan keuntungan pribadi juga? Kuatkan hati, jangan terganggu dengan bisikan-bisikan semacam ini, karena amatlah naïf jika kita melakukan sesuatu ternyata ‘ada maunya’ saja di hadapan Allah.
“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasa kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (an-Nahl [16]: 97)
6. Membebaskan Diri dari Perkataan Orang Lain dan Hanya Mencari Ridha Allah
Memang perkataan orang lain tak akan lepas dari hidup kita. Namun, harus kita mantapkan hati bahwa amalan kita yang menilai adalah Allah, bukan manusia. Maka amalan yang diniatkan demi makhluk Allah adalah riya’ (pamer) dan bahkan berujung pada kesyirikan. Inilah dosa yang paling besar di antara dosa-dosa lainnya. Maka, meski seluruh manusia mengatakan A sementara Allah menilai B, kita harus yakin dengan B. Artinya, jika banyak orang yang mengomentari negatif amalan kita, sementara secara agama sudah benar, kita harus berusaha membebaskan diri dari perkataan manusia tersebut. Memang terkadang kita suka bilang, , “Apa kata orang nanti?”, “Bagaimana kita menjelaskannya kepada orang lain nanti?”, “Kita bisa menjadi bahan tertawaan di masyarakat,” atau “Kita tidak akan bisa pergi ke tempat umum lagi karena malu.”
Secara umum, reaksi-reaksi ini terlalu mementingkan apa yang dikatakan dan dipikirkan orang lain. Terkadang orang merasakan kepedihan dalam hati nuraninya, bukan karena mereka melakukan kesalahan, tetapi karena orang lain mengetahui hal itu. Maka sekali lagi, tingkah laku hendaknya ukurannya adalah mendatangkan ridha Allah atau tidak, bukan perkataan orang lain. Jauhilah sifat hewan bunglon yang mengubah warna sesuatu tempat yang ia pijak. Maksudnya, di mana pun kita berada, pijakan kita adalah Al Quran dan As Sunnah, dan biar anjing menggonggong kafilah tetap berlalu.
“Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah.” (al-An’am:116)
7. Memahami bahwa Kehidupan Dunia Ini Adalah Sementara
Penelitian-penelitian telah dilakukan supaya manusia bisa hidup lebih lama, dan kalau bisa terhindar dari yang bernama kematian. Namun hingga saat ini, penelitian ini gagal total! Semua manusia tak akan luput dari yang namanya kematian. Dan setiap manusia masih saja tidak mengerti kapan dan dimana ia akan dijemput oleh kematiannya. Seorang dokter yang sehat, seorang olahragawan, seorang therapis kesehatan, atau sekedar bakul jamu tidak bisa menjamin bahwa umurnya akan pasti panjang. Karena itulah, akan menjadi sebuah kesalahan yang besar bagi seseorang untuk mendasarkan rencana hidupnya hanya untuk dunia, untuk menerima persinggahan yang sebentar ini sebagai kehidupan sejatinya, dan untuk melupakan akhirat di mana ia akan hidup selamanya.
“Kami tidak menjadikan hidup abadi bagi seorang manusia pun sebelum kamu (Muhammad), maka jika kamu mati, apakah mereka akan kekal? Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan,” (al-Anbiyaa` [21]: 34-35)
8. Memikirkan Kematian dan Hari Pembalasan
Banyak orang berpikir keliru tentang kematian. Mereka berpikir bahwa kematian adalah terminal akhir hidupnya. Ia berpikir bahwa ia akan sirna dan hilang ditelan masa. Karena kesalahan berpikir ini mereka kemudian begitu khawatir dengan yang namanya kematian. Mereka berusaha semaksimal mungkin untuk menjauhi maupun sekedar memperbincangkan kematian. Namun,
“Katakanlah, ‘Sesungguhnya, kematian yang kamu lari darinya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.’” (al-Jumu’ah [62]: 8)
Bagi orang yang mukmin tidak seperti itu. Mereka meyakini bahwa kematian adalah sebuah transisi menuju kehidupan yang sebenarnya. Kehidupan itu bergantung dari amalan di kehidupannya saat ini. Setiap kali ingat dengan kematian atau mendengar berita kematian, orang mukmin semakin mempererat dan memperbanyak bekal amal shalihnya. Ia begitu yakin bahwa sekecil apapun amalan, akan dipertunjukkan oleh Allah di hadapannya. Di akhirat nanti.
Semoga Allah membimbing kita menuju golongan orang-orang yang ikhlas hanya mengharap ridha-Nya semata. Abu Mujahid

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar

Penulis Majalah Al 'Ibar

1. Ust. Agus Andriyanto, Lc

2. Ust Rohmanto, Lc

3. Ust. Amri Suaji, Lc

4. Ust. Abdus Salam, Lc

5. Ust. Aris Munandar, S.S.

6. Ust. Ulin Nuha, S.Pd.I

7. Ust. Jarot Nugroho, S.Pd.I

8. Ust. Budi Setiawan, S.K.M.

9. Ustadzah Umi Hajar, Lc

Alamat Kantor Redaksi,Periklanan dan Pemasaran

Pondok Pesantren Hamalatul Quran

Kembaran RT 4, Tamantirto, Kasihan, Bantul, Yogyakarta 

Telp/Fax: 0274 372 602 

email: pesantrenhamalatulquran@gmail.com

Diberdayakan oleh Blogger.

Tags

BTricks

BThemes