Postagens populares

Sidebar menu

RSS
Container Icon

Pages

ISTRI IDAMAN

Asy-Sya'bi menuturkan, Setelah Syuraih menikah dengan seorang wanita bani Tamim, dia berkata kepadaku, "Wahai Asy-Sya'bi menikahlah dengan wanita Bani Tamim karena mereka adalah sebaik wanita."
Aku berkata, " Apa maksudnya?"
Syuraih bercerita, " Aku melewati kampung bani Tamim, aku melihat seorang wanita duduk di atas tikar, didepannya duduk seorang wanita muda yang cantik. Aku minta minum kepadanya."
Wanita itu berkata kepadaku, " Minuman apa yang kamu sukai?"
Aku menjawab, "Seadanya."
Wanita itu berkata, "Beri dia susu. Aku menduga dia orang asing."
Syuraih berkata, "Selesai minum aku melihat wanita muda itu, aku mengaguminya. Aku bertanya kepada wanita itu, "Siapa wanita ini?"
Wanita tersebut menjawab, "Anakku"
Aku bertanya, "Siapa?" ( Maksudnya siapa ayahnya dan darimana asal usulnya).
Ibu itu menjawab, " Zaenab binti Hadhir dari Bani Handzolah."
Aku bertanya, " Dia kosong atau berisi?" ( maksudnya sudah bersuami atau sudah dilamar ).
Ibu itu menjawab, " Kosong".
Aku bertanya, " Kamu bersedia menikahkanku dengannya?".
Ibu itu menjawab, " Ya, jika kamu sekufu' (sepadan)."
Aku meninggalkannya pulang kerumah untuk beristirahat siang sejenak, tetapi aku tidak bisa tidur. Selesai sholat dhuhur aku mengajak beberapa saudaraku dari kalangan orang orang yang terhormat untuk pergi ke rumah wanita itu, dan aku sholat Ashar bersama mereka. Sesampai di rumahnya, ternyata paman wanita tersebut telah menunggu.
Pamannya bertanya, " Wahai Abu Umaiyyah, apa keperluanmu?"
Aku menjelaskan keperluanku, kemudian dia menikahkanku. Orang-orang memberiku ucapan selamat. Kemudian kami bubar. Begitu aku sampai di rumah aku langsung menyesal. Aku berkata dalam hati, "Aku telah menikah dengan keluarga Arab yang paling keras dan kasar." Aku ingat pada wanita wanita Tamim dan kerasnya hati mereka.
Aku berniat menceraikannya, kemudian aku berubah pikiran. Aku akan menggaulinya, mudah-mudahan aku menemukan sesuatu yang aku sukai. Jika tidak, barulah aku cerai.
Beberapa hari setelah itu para wanita Tamim datang mengantarkannya kepadaku. Ketika dia didudukkan di rumah, aku berkata kepadanya, " Istriku, termasuk sunnah adalah jika seorang suami tatkala bertemu dengan istrinya (sebelum berhubungan badan) supaya melakukan sholat dua rakaat dan hendaknya istrinya pun demikian."
Aku berdiri sholat, kemudian aku menengok ke belakang, ternyata dia juga shalat di belakangku. Selesainya melakukan shalat, para pelayannya menyiapkan pakaianku dan memakaikan jubah yang telah dicelup dengan minyak wangi za'faran.
Manakala rumah telah sepi, aku mendekatinya. Aku menjulurkan tangan kearahnya. Dia berkata, " Tetap di tempatmu..!"
Aku berkata kepada diriku, "Sebuah musibah telah menimpaku" Aku memuji Allah dan mengucapkan sholawat kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Dia berkata, "Aku adalah wanita arab. Demi Allah, aku tidak melangkah kecuali untuk perkara yang diridhai oleh Allah. Dan kamu adalah laki-laki asing. Aku tidak mengenal akhlak kepribadianmu. Katakan apa yang kamu sukai, sehingga aku bisa melakukannya dan katakan apa yang kamu benci, sehingga aku bisa menjauhinya."
Aku berkata kepadanya, "Aku suka ini dan ini (Aku menyebut ucapan-ucapan, perbuatan-perbuatan dan makanan-makanan dan lainnya yang aku sukai). Dan aku membenci ini dan ini…"
Dia bertanya, ”Jelaskan kepadaku tentang kerabatmu. Apakah kamu ingin mereka mengunjungimu?"
Aku menjawab, " Aku seorang Hakim, Aku tidak mau mereka membuatku jenuh."
Aku melalui malam yang penuh kenikmatan. Aku tinggal bersamanya selama tiga hari. Kemudian aku pergi ke Majelis pengadilan. Tidak ada hari yang aku lalui tanpa kebaikan darinya.
Satu tahun kemudian. Manakala aku pulang, aku melihat seorang wanita tua yang memerintah dan melarang istriku. Aku bertanya, " Wahai Zaenab, siapa orang ini?"
Dia menjawab, " Ibuku."
Aku berkata kepada mertuaku, " Selamat datang."
Ibu mertuaku berkata, " Wahai Abu Umaiyyah, apa kabarmu?"
Aku menjawab, " Baik, Alhamdulillah?"
Ibu mertuaku bertanya, " Bagaimana istrimu?"
Aku menjawab, " Wanita terbaik dan teman yang menyenangkan. Ibu telah mendidik dan mengajarkan budi pekerti dengan baik kepadanya."
Ibu mertua berkata, "Seorang wanita tidak terlihat dalam suatu keadaan di mana perilakunya paling buruk kecuali dalam dua keadaan. Jika dia telah memperoleh tempat di sisi suaminya dan jika dia telah melahirkan anak. Jika kamu melihat sesuatu yang membuatmu marah darinya maka cambuklah (pukullah). Karena laki-laki tidak memperoleh keburukan di rumahnya kecuali dari wanita yang bodoh lagi manja."
Syuraih berkata, "Setahun sekali ibu mertuaku datang, dia pulang setelah bertanya kepadaku, "Bagaimana menurutmu jika kerabatmu ingin mengunjungimu?"
Aku menjawab, " Terserah mereka."
Dua puluh tahun aku bersamanya. Aku tidak pernah mencelanya atau marah kepadanya kecuali sekali saja, itupun ternyata aku yang salah."
Demikianlah seharusnya seorang suami. Demikian pula seharusnya para istri. Dan demikian pulalah seharusnya ibu-ibu mertua.
Beberapa pelajaran yang dapat diambil dari kisah diatas
1. Seorang laki-laki hendaknya bersegera menikah jika hatinya telah mencintai seorang wanita agar tidak terjatuh dalam fitnah.
2. Meneliti keadaan wanita dan keluarganya sebelum menikahinya.
3. Melaksanakan tuntunan Rasulullah saw dalam perkara pernikahan.
4. Menggunakan sarana dialog dan berlemah lembut kepada istri, terlebih di awal-awal pernikahan.
5. Hendaknya seorang istri berpikir jernih, karena hal itu akan membantunya memahami karakter dan sifat suami.
6. Tumbuhkan rasa saling memahami antara suami istri semenjak dimulainya kehidupan berumah tangga sehingga terhindar dari perselisihan dan pertengkaran dalam mengarungi bahtera rumah tangga.
7. Seorang istri hendaknya memperhatikan ucapan suami dengan sebaik-baiknya agar dapat memahami dan mengerti maksudnya kemudian dapat menunaikan perintahnya dengan baik.
8. Seorang istri wajib mentaati setiap perintah suami selama perintah tersebut tidak menyelisihi perintah Allah swt dan Rasul_Nya.
Jika setiap suami istri menerapkan perilaku yang telah dijelaskan di atas niscaya akan terwujud rumah tangga yang harmonis, suami bahagia dengan istrinya yang shalihah dan bisa membahagiakannya. Seorang suami hendaknya jangan terlalu berlebihan dalam memanjakan istrinya, karena hal itu dapat menjadikan seorang istri menjadi tinggi hati dan bisa jadi menjadikan istri tidak menggubris ucapan suami yang sedang marah kepadanya meskipun dirinya salah. Suami yang bahagia dalam rumah tangganya maka akan sukses dalam pekerjaannya. Wallahu A'lam.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar

Penulis Majalah Al 'Ibar

1. Ust. Agus Andriyanto, Lc

2. Ust Rohmanto, Lc

3. Ust. Amri Suaji, Lc

4. Ust. Abdus Salam, Lc

5. Ust. Aris Munandar, S.S.

6. Ust. Ulin Nuha, S.Pd.I

7. Ust. Jarot Nugroho, S.Pd.I

8. Ust. Budi Setiawan, S.K.M.

9. Ustadzah Umi Hajar, Lc

Alamat Kantor Redaksi,Periklanan dan Pemasaran

Pondok Pesantren Hamalatul Quran

Kembaran RT 4, Tamantirto, Kasihan, Bantul, Yogyakarta 

Telp/Fax: 0274 372 602 

email: pesantrenhamalatulquran@gmail.com

Diberdayakan oleh Blogger.

Tags

BTricks

BThemes