Postagens populares

Sidebar menu

RSS
Container Icon

Pages

Memberi Maaf adalah Sedekah

لَيْسَ عَلَى الضُّعَفَاءِ وَلَا عَلَى الْمَرْضَى وَلَا عَلَى الَّذِينَ لَا يَجِدُونَ مَا يُنْفِقُونَ حَرَجٌ إِذَا نَصَحُوا لِلَّهِ وَرَسُولِهِ مَا عَلَى الْمُحْسِنِينَ مِنْ سَبِيلٍ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ (91) وَلَا عَلَى الَّذِينَ إِذَا مَا أَتَوْكَ لِتَحْمِلَهُمْ قُلْتَ لَا أَجِدُ مَا أَحْمِلُكُمْ عَلَيْهِ تَوَلَّوْا وَأَعْيُنُهُمْ تَفِيضُ مِنَ الدَّمْعِ حَزَنًا أَلَّا يَجِدُوا مَا يُنْفِقُونَ (92)
Yang artinya, “Tiada dosa (lantaran tidak pergi berjihad) atas orang-orang yang lemah, orang-orang yang sakit dan atas orang-orang yang tidak memperoleh apa yang akan mereka nafkahkan, apabila mereka berlaku ikhlas kepada Allah dan Rasul-Nya. Tidak ada jalan sedikitpun untuk menyalahkan orang-orang yang berbuat baik. dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan tiada (pula) berdosa atas orang-orang yang apabila mereka datang kepadamu, supaya kamu memberi mereka kendaraan, lalu kamu berkata: "Aku tidak memperoleh kendaraan untuk membawamu." lalu mereka kembali, sedang mata mereka bercucuran air mata karena kesedihan, lantaran mereka tidak memperoleh apa yang akan mereka belanjakan (untuk bisa ikut berperang)” [QS at Taubah:91-92].
Ayat di atas menceritakan sebuah kejadian terkait dengan perang Tabuk. Ketika itu Nabi wajibkan semua kaum muslimin yang mampu untuk berperang dan bisa berangkat perang untuk berangkat perang. Beberapa sahabat yang miskin sangat ingin ikut berperang bersama Nabi namun mereka tidak memiliki unta sebagai kendaraan mereka menuju Tabuk mendatangi Nabi untuk minta kendaraan. Ternyata Nabi pun tidak bisa membantu mereka untuk mewujudkan apa yang mereka inginkan. Padahal perjalanan jauh sehingga orang yang bisa berangkat berperang adalah orang-orang yang memiliki kendaraan. Akhirnya mereka pulang ke rumahnya masing-masing menangis. Menurut keterangan Ibnu Sa’ad, salah seorang pakar sejarah, orang-orang miskin yang akhirnya pulang sambil beruraian air mata karena tidak bisa berangkat berjihad adalah Salim bin ‘Umair, ‘Ulbah bin Zaid, Abu Laila al Mazini, ‘Amr bin ‘Anamah, Salamah bin Shakhr, al ‘Irbadh bin Sariyah. Di sebagian riwayat terdapat tambahan nama, Abdullah bin Mughaffal dan Ma’qil bin Yasar. Ibnu Ishaq mengatakan bahwa termasuk mereka adalah ‘Amr bin al Humam bin al Jamuh [Zadul Maad juz 3 hal 462].
Khusus untuk ‘Ulbah bin Zaid adalah kisah menarik yang disampaikan oleh Ibnul Qayyim sebagai berikut ini:
Pada malam harinya, ‘Ulbah bin Zaid bangun malam untuk shalat malam setelah selesai beliau menangis dan berdoa, “Ya Allah, Engkau perintahkan dan menyemangati kami untuk berjihad kemudian Engkau tidak memberikan kepadaku harta yang bisa aku manfaatkan untuk turut berjihad bersama rasul-Mu. Demikian pula, tidaklah Kau berikan kepada rasul-Mu harta sehingga Rasul-Mu bisa memberi kendaraan untukku. Aku bersedekah kepada setiap muslim yang pernah menzalimi harta, badan atau kehormatanku (dengan kumaafkan mereka semua)”.
Ketika pagi tiba, ‘Ulbah berkumpul bersama para sahabat yang lain. Pada saat itulah Nabi bersabda, “Siapakah yang semalam bersedekah?”. Tidak ada seorang pun yang berdiri. Nabi lantas mengulangi pertanyaannya, “Siapakah yang semalam bersedekah?”. Akhirnya Nabi berdiri mendekati ‘Ulbah dan menyampaikan kabar gembira dengan mengatakan, “Bergembiralah-demi Dzat yang jiwa Muhammad ada di tangan-Nya- sungguh sedekahmu semalam telah tercatat sebagai zakat (baca: sedekah) yang diterima oleh Allah”. Syaikh Syuaib al Arnauth mengatakan, “Hadits Shahih dan memiliki sanad yang bersambung sebagaimana yang dikatakan oleh al Hafiz Ibnu Hajar dalam al Ishobah 2/493” [Zaadul Maad juz 3 hal 462-463 terbitan Massasah Risalah Beirut cetakan keempat tahun 1425 H].
Petikan pelajaran
Sedekah itu tidak hanya terbatas dengan harta karena sedekah itu memiliki makna luas dan makna sempit. Makna luas dari sedekah adalah segala amal kebajikan sebagaimana sabda Nabi
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ - رضى الله عنهما - عَنِ النَّبِىِّ - صلى الله عليه وسلم - قَالَ « كُلُّ مَعْرُوفٍ صَدَقَةٌ »
Dari Jabir bin Abdillah, Nabi bersabda, “Setiap amal kebajikan itu sedekah” [HR Bukhari no 5675].
Sedangkan makna sempit dari sedekah adalah bersedekah dengan harta, boleh sedekah tersebut adalah sedekah wajib alias zakat ataupun sedekah yang dianjurkan. Dalam kisah di atas memaafkan kezaliman yang dilakukan oleh orang lain Nabi sebut dengan sedekah. Sedekah yang dianjurkan itu bisa juga disebut dengan zakat. Dalam hadits di atas Nabi mengatakan bahwa apa yang dilakukan oleh ‘Ulbah tercatat sebagai zakat yang Allah terima.
Seorang muslim hendaknya merasa sedih ketika tidak mampu melaksanakan perintah Allah dan Rasul-Nya meski sebenarnya dia tidaklah berdosa karena hal tersebut. Lihatlah betapa sedihnya ‘Ulbah ketika dia tidak bisa berangkat berjihad bersama Rasulullah meski sebenarnya dia tidak berdosa karenanya karena beliau memang tidak memiliki kemampuan untuk berangkat berjihad. ‘Ulbah tidaklah bersorak sorai gembira karena punya alasan untuk tidak pergi jihad yang taruhannya adalah nyawa. Sebaliknya beliau bersedih bahkan beruraian air mata minimal dua kali. Pertama saat pulang dari rumah Rasulullah bersama kawan-kawannya yang lain karena minta bantuan kendaraan kepada Rasulullah sebagaimana yang diceritakan oleh ayat di atas. Kedua, di rumahnya sendiri di tengah malam yang sepi saat beliau mengucapkan untaian doa di atas.
عَنْ أَبِى الأَحْوَصِ قَالَ قَالَ عَبْدُ اللَّهِ لَقَدْ رَأَيْتُنَا وَمَا يَتَخَلَّفُ عَنِ الصَّلاَةِ إِلاَّ مُنَافِقٌ قَدْ عُلِمَ نِفَاقُهُ أَوْ مَرِيضٌ إِنْ كَانَ الْمَرِيضُ لَيَمْشِى بَيْنَ رَجُلَيْنِ حَتَّى يَأْتِىَ الصَّلاَةَ
Dari Abul Ahwash, Abdullah bin Mas’ud mengatakan, “Sungguh aku ingat bahwa dahulu di masa Nabi tidak ada orang yang meninggalkan shalat berjamaah kecuali munafik yang telah diketahui kemunafikannya atau orang sakit. Meski sungguh ada orang sakit yang harus berjalan tertatih-tatih dibantu berjalan oleh dua orang yang ada di kanan dan di kirinya supaya bisa mengerjakan shalat di masjid” [Riwayat Muslim no 1519].
Orang sakit yang harus dipapah oleh dua orang untuk bisa berjalan bukanlah orang yang sakit sembarang sakit namun tentu orang yang sakit parah. Meski demikian sahabat Nabi yang sakit parah ini tetap berupaya agar bisa mengerjakan shalat berjamaah di masjid. Padahal dia memiliki alasan yang dibenarkan oleh syariat untuk tidak shalat berjamaah di masjid. Sahabat Nabi yang sakit sebagaimana diceritakan oleh Ibnu Mas’ud tidaklah bergembira ria dengan kondisi dirinya yang sakit sehingga punya kesempatan untuk tidak harus bercapek-capek ke masjid. Sebaliknya dia memilih untuk bisa tetap shalat ke masjid meski dengan perjuangan yang sangat melelahkan.
Di antara yang Allah perintahkan kepada kita adalah mendakwahkan Islam meski hanya sekedar materi pengajian yang sudah pernah kita dengarkan.
أَلاَ لِيُبَلِّغِ الشَّاهِدُ مِنْكُمُ الْغَائِبَ
“Hendaknya yang hadir (dalam pengajian ini) menyampaikan materi yang dia dengar kepada yang tidak hadir” [HR Bukhari No 105].
Sudahkah kita giat melaksanakannya??
Tidak semua tangisan lelaki adalah tangisan cengeng yang tercela, boleh jadi malah tangisan yang terpuji. Semisal seorang laki-laki yang menangis karena teringat dosa atau sebagaimana tangisan ‘Ulbah. Itulah tangisan orang yang menyesali kondisi dirinya yang tidak mampu memenuhi panggilan Allah dan rasul-Nya.
Para sahabat Nabi adalah manusia-manusia yang berhati lembut sehingga mudah bagi mereka yang merupakan manusia-manusia tangguh di medan jihad untuk meneteskan air mata karena Allah dalam kesempatan yang lain.
عَنِ الْعِرْبَاضِ بْنِ سَارِيَةَ قَالَ وَعَظَنَا رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَوْمًا بَعْدَ صَلاَةِ الْغَدَاةِ مَوْعِظَةً بَلِيغَةً ذَرَفَتْ مِنْهَا الْعُيُونُ وَوَجِلَتْ مِنْهَا الْقُلُوبُ
Dari al ‘Irbadh bin Sariyah, beliau bercerita, “Suatu pagi setelah selesai shalat subuh Nabi menyampaikan nasihat yang mengharukan sehingga mata para sahabat bercucuran dan hati mereka merasa ketakutan” [HR Tirmidzi no 2676, dinilai sahih oleh al Albani].
Marilah kita berkaca, berapa kalikah dalam hidup ini kita menangis karena takut kepada Allah? Ya Allah, ampunilah keteledoran kami.
Shalat malam adalah kebiasaan orang-orang shalih semisal para sahabat Nabi.
عَنْ بِلاَلٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « عَلَيْكُمْ بِقِيَامِ اللَّيْلِ فَإِنَّهُ دَأْبُ الصَّالِحِينَ قَبْلَكُمْ وَإِنَّ قِيَامَ اللَّيْلِ قُرْبَةٌ إِلَى اللَّهِ وَمَنْهَاةٌ عَنِ الإِثْمِ وَتَكْفِيرٌ لِلسَّيِّئَاتِ وَمَطْرَدَةٌ لِلدَّاءِ عَنِ الْجَسَدِ »
Dari Bilal sesungguhnya Rasulullah bersabda, “Hendaknya kalian mengerjakan shalat malam karena shalat malam adalah kebiasaan orang-orang shalih sebelum kalian. Sesungguhnya shalat malam adalah amalan yang mendekatkan kepada Allah, mencegah dari perbuatan maksiat, menghapus dosa dan mengusir penyakit dari badan” [HR Tirmidzi no 3549 dinilai hasan li ghairihi oleh al Albani kecuali kalimat “mengusir penyakit dari badan”].

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar

Penulis Majalah Al 'Ibar

1. Ust. Agus Andriyanto, Lc

2. Ust Rohmanto, Lc

3. Ust. Amri Suaji, Lc

4. Ust. Abdus Salam, Lc

5. Ust. Aris Munandar, S.S.

6. Ust. Ulin Nuha, S.Pd.I

7. Ust. Jarot Nugroho, S.Pd.I

8. Ust. Budi Setiawan, S.K.M.

9. Ustadzah Umi Hajar, Lc

Alamat Kantor Redaksi,Periklanan dan Pemasaran

Pondok Pesantren Hamalatul Quran

Kembaran RT 4, Tamantirto, Kasihan, Bantul, Yogyakarta 

Telp/Fax: 0274 372 602 

email: pesantrenhamalatulquran@gmail.com

Diberdayakan oleh Blogger.

Tags

BTricks

BThemes