Postagens populares

Sidebar menu

RSS
Container Icon

Pages

ZAID BIN TSABIT

Zaid bin Tsabit bin Zaid bin Laudzan bin Amer al Anshori al Khozroji, beliau adalah sahabat yang mulia, dari keluarga yang terhormat di zamannya. Karena ibu dan bapaknya dari keturunan yang baik, sudah barang tentu anaknya adalah anak pilihan serta terhormat di masanya. Kalau diurutkan maka garis keturunannya sampai Bani Najjar dari kaum suku Khozroj. Mereka adalah keluarga yang dikenal dengan kejujuran dan kesabarannya. Rasulullah bersabda,
“Sebaik-baik keluarga Anshor adalah Bani Najjar kemudian Bani Abdul Asyhal, kemudian Bani al Harits bin Khozroj kemudian Bani Saidah, dan tiap keluarga Anshor adalah baik.”
Bani Najjar adalah saudara baginda Nabi dari jalur ibunya karena ibu dari Abdul Mutholib adalah dari Bani Najjar, yang bernama Salma binti Amer yang bernasab mulia dan memiliki keistimewaan dibanding yang lain.
Ayah Zaid bin Tsabit wafat pada perang Buats. Perang Buats adalah peperangan yang terjadi di jaman jahiliyyah, antara suku Aus dan Khozroj. Suku Aus diketuai oleh Khudoir, ayah dari Usaid bin Khudoir dan suku Khozroj dipimpin oleh Amer bin Nu’man al Bayadhi. Kedua pemuka tersebut wafat di peperangan Buats. Pada awal peperangan tersebut dimenangkan Khozroj, sesudah Khudoir membakar semangat tentaranya maka peperangan direbut oleh Aus.
Zaid bin Tsabit memiliki ibu yang bernama an-Nawar binti Malik, termasuk Shohabiyah. Tatkala suaminya, Tsabit wafat, maka an-Nawar dinikahi oleh Umaroh bin Hazm, termasuk pemuka Anshor, beliau masuk Islam dan ikut perang Badar dan semua peperangan. Di tangan Umarohlah Zaid terbimbing hingga dewasa.
Amaroh memiliki kedudukan yang tinggi di sisi kaumnya sehingga beliau dipilih oleh Bani Malik bin an Najjar membawa panji-panji di waktu Fathu Makkah, kemudian Rasulullah mengambil dan menyerahkan kepada Zaid bin Tsabit, maka Amaroh berkata, “ya Rasulullah, apakah ada berita sesuatu yang menyampaikan kepada engkau?”beliau menjawab, “Tidak, akan tetapi Al Quran membuat segala hal yang dengannya dia akan berada di depan. Zaid lebih banyak hafalannya daripada engkau.” Amaroh (ayah tiri Zaid) wafat di tahun II di waktu perang Yamamah.
Di saat ibu Zaid wafat, maka Zaidlah yang menshalatkan ibunya. Beliau besar dengan didikan ibunya. Ayah tirinya dan besar di sisi baginda nabi.
Aliman Sya’by berkata, “Suatu ketika Zaid bin Tsabit menshalatkan jenazah, kemudian ada seseorang yang mendekatkan Bighal(sejenis keledai) agar dinaiki, maka datanglah Ibnu Abbas yang memegang kendalinya. Zaid berkata,’Biarkanlah, wahai anak paman Rasulullah’. Ibnu Abbas berkata,’Demikianlah kami memperlakukan terhadap para ulama dan pemuka’. Sebagian hadits menerangkan bahwa Zaid berkata,’Demikianlah kami diperintahkan agar menghormati keluarga nabi kita Muhammad’.” Zaid selalu memperdalam ilmu agama sejak keIslamannya dan jadilah beliau orang yang paling pintar dalam ilmu waris di antara para sahabat nabi, menghafal Al Quran dengan baik dan termasuk terdepan dalam hal fatwa.
Keinginan yang kuat untuk jihad
Dituturkan dalam sejarah, bahwasanya sesudah Zaid masuk Islam maka beliau termasuk sederetan sahabat yang belia untuk berperang. Demikianlah orang-orang Islam di sekeliling nabi tatkala Zaid mendengar bahwa kaum muslimin hendak menghadang kafilah Abu Sofyan yang pulang dari Syam menuju Makkah, maka beliaupun mendatangi baginda nabi untuk disertakan menuju Badar.
Sesudah Zaid berada di hadapan baginda nabi maka beliau tidak memperkenankannya karena masih kecilnya umur yaitu beliau berumur 12 tahun. Zaid ingin menampakkan keberaniannya dengan berperang dan sekalipun umur masih kecil tidak menciutkan nyalinya. Tetapi karena baginda nabi tidak memperbolehkan maka Zaidpun pulang dalam keadaan sedih karena tidak memperoleh pahala. Perang kala itu merupakan peperangan antara haq dan bathil yaitu perang Badar dan Zaid pulang penuh harapan untuk bisa mengikuti peperangan lainnya. Sesudah perang Badar berlalu maka di sana ada upaya lain untuk melakukan peperangan yang lain maka sebagian sahabat pun hendak ikut perang tersebut karena pemimpin Quraisy hendak melakukan balas dendam atas kekalahan perang Badar maka dari kalangan sahabat baik kecil atau besar menyambut baik untuk melakukan perlawanan. Di antara sederetan anak kecil yang hendak ikut perang di antara mereka adalah Zaid bin Tsabit, Rafiq bin Hudai, Samuroh, Usamah bin Zaid, Abdullah bin Umar, al-Barra’ bin ‘Azib, Amr bin Hazan, ‘Uraba’ bin Aus, Sa’ad bin Khaththab. Tatkala baginda nabi melihat mereka maka beliaupun merasa kasihan karena kecilnya umur mereka dan beliaupun menolak dengan baik maka berkatalah sebagian sahabat kepada Rasul, “Sesungguhnya Rafi’ bin Hudaij orang yang pandai memanah”maka baginda nabi memperkenankannya dan Rafi’ kala itu berusia 15 tahun. Tatkala Rafi’ diperbolehkan berperang, kemudian ada yang berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya Samuroh mampu mengalahkan Rafi’”kemudian beliaupun memperbolehkan Samuroh untuk berperang, Samurohpun berumur 15 tahun tatkala itu. Peperangan yang dimaksud adalah perang Uhud. Di antara mereka yang ditolak adalah Zaid bin Tsabit, mereka semua diminta untuk menjaga penduduk di Madinah, waktu itu Zaid berusia 13 tahun. Hari demi hari dilalui Zaid sehingga harapan ikut berperang pun akhirnya datang tatkala perang Khandaq yang merupakan peperangan yang pertama kali diikuti bersama Rasulullah. Di perang tersebut Zaid berperang dengan baik dan Rasulullah pun merasa senang apalagi dengan kemenangan berada di pihak kaum muslimin. Sepeninggal Rasulullah, Zaid bin Tsabit memiliki andil yang besar dalam masa kekhalifahan Abu Bakar as-Shidiq. Beliau ditunjuk untuk menjadi pengurus dalam hal harta rampasan perang Yarmuk, dimana perang Yarmuk merupakan perang yang besar dengan harta rampasan yang banyak dan melimpah. Ibn Abdul bar menyebutkan bahwa Zaid bin Tsabit ikut perang Yamamah yaitu perang yang terjadi di zaman Abu Bakar as-Shidiq tatkala muncul orang-orang murtad dari kalangan Arab. Di waktu itulah Zaid terkena panah, akan tetapi tidak mempengaruhi atau melemahkan hidupnya.
Peran beliau dalam pengumpulan Al Quran
Zaid bin Tsabit memiliki peran besar dalam pengumpulan Al Quran tepatnya adalah sesudah perang Yamamah, yaitu perang yang dilakukan di zaman Abu Bakar as-Shidiq untuk memerangi kaum Murtadin yang dikepalai Musailamah al Kadzab. Pengumpulan ini atas usulan Umar bin Khathab karena banyaknya para Qura’ yang wafat. Hal tersebut disampaikan Umar kepada khalifah yang kemudian ditindaklanjuti dengan menunjuk Zaid bin Tsabit sebagai pelopornya. Pada mulanya Zaid menolak karena Rasulullah tidak pernah melakukannya. Umar berkata, “Demi Allah itu adalah perkara yang baik.”Zaid berkata, “Sesudah beberapa kali Umar menemuiku maka Allahpun melapangkan dadaku sehingga aku memiliki pendapat seperti pendapatnya.” Perkara ini adalah perkara yang besar, karena kekhawatiran Umar dan Abu Bakar para penghafal akan meninggal satu persatu. Abu Bakar pernah berkata kepada Zaid, “Engkau adalah pemuda yang berakal dan kami tidak melihat kekurangan apapun dan engkau adalah orang yang menulis wahyu untuk Rasulullah, maka tulislah Al Quran dan jadikanlah satu kumpulan.” Zaid berkata , “Demi Allah jika aku diberi tugas untuk memindahkan gunung tentunya lebih mudah daripada mengumpulkan Al Quran.”
Abdurrahman As Sulami berkata, “Zaid bin Tsabit pernah mengkhatamkan Al Quran dua kali di tahun di mana Rasulullah wafat.”
Wafatnya Zaid bin Tsabit
Zaid bin Tsabit menghabiskan waktu mudanya dengan penuh kebaikan. Beliau gunakan umurnya dengan ketaatan di antaranya dengan memperbanyak ibadah, menuntut ilmu dan mengajar. Abu Zinad berkata, “Tatkala Zaid bin Tsabit wafat, Marwan menshalatkannya. Maka datanglah perempuan-perempuan dari Awali (daerah yang terletak dari Madinah 4 mil) dan datang pula wanita-wanita Anshor dalam keadaan menangis. Ada seorang wanita yang bernama Kharijah memberikan nasihat agar kaum wanita tidak menangis maka mereka menjawab, “Kami tidak akan mendengar ucapan engkau dan kami akan menangisi kepergiannya tiga kali dan wanita-wanita tersebut tetap menangisinya.” Abu Hurairah berkata, “Tatkala Zaid wafat, telah meninggal tintanya umat ini.” Semoga Allah menggantikan Abdullah bin Abbas sebagai penggantinya. Dan beliau wafat tahun 45 H dan berumur 56 tahun.@

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar

Penulis Majalah Al 'Ibar

1. Ust. Agus Andriyanto, Lc

2. Ust Rohmanto, Lc

3. Ust. Amri Suaji, Lc

4. Ust. Abdus Salam, Lc

5. Ust. Aris Munandar, S.S.

6. Ust. Ulin Nuha, S.Pd.I

7. Ust. Jarot Nugroho, S.Pd.I

8. Ust. Budi Setiawan, S.K.M.

9. Ustadzah Umi Hajar, Lc

Alamat Kantor Redaksi,Periklanan dan Pemasaran

Pondok Pesantren Hamalatul Quran

Kembaran RT 4, Tamantirto, Kasihan, Bantul, Yogyakarta 

Telp/Fax: 0274 372 602 

email: pesantrenhamalatulquran@gmail.com

Diberdayakan oleh Blogger.

Tags

BTricks

BThemes