Postagens populares

Sidebar menu

RSS
Container Icon

Pages

Menepis Kabar Angin

“Wahai istriku, sesungguhnya di kota Madinah ini sedang tersebar berita tentang Ummul Mukminin Aisyah. Bagaimanakah pendapatmu tentang berita itu ? "

Kalimat pertanyaan diatas adalah pertanyaan Abu Ayyub kepada istrinya tentang haditsul ifki (berita bohong) yang sedang menghangat di kota Madinah tentang Ummul Mukminin, Aisyah ra yang dituduh berbuat serong dengan Shafwan bin Mu’atthal As-Sulami . Tuduhan tersebut dilontarkan oleh kaum munafiqin yang dikepalai oleh Abdullah bin Ubay bin Salul. Mereka adalah sebagian penduduk Madinah yang tidak suka akan kehadiran kaum Muslimin yang berhijrah ke kota Madinah.

Peristiwa ini berawal saat Aisyah ra tertinggal dari rombongan Rasulullah ketika beliau kembali dari peperangan melawan bani Musthaliq. Aisyah yang tertinggal dari rombongan, ditemukan oleh Shafwan yang bertugas berjalan di belakang pasukan. Ketika Shafwan menemukan Aisyah yang sedang terbaring berselimutkan jilbabnya, Shafwan berucap,“Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un! Istri Rasulullah?". Shafwan segera merendahkan untanya lalu Aisyah ra menaikinya. Shafwan kemudian menuntun onta yang ditunggangi Aisyah hingga Nahri ad-Dhahirah, tempat pasukan turun istirahat. Melihat peristiwa ini, kaum munafiqin tidak mau kehilangan kesempatan untuk menjatuhkan kehormatan keluarga Rasulullah dengan mengeksploitasi peristiwa itu dan melontarkan tuduhan yang sangat keji.

Kaum muslimin pada waktu itu terbagi dua dalam menanggapi kasus tersebut. Ada yang yakin bahwa berita tersebut hanyalah fitnah orang-orang yang tidak suka kepada keluarga Rasulullah saw., ada pula yang secara langsung atau tidak langsung membenarkan berita tersebut lewat kata-kata dan sikap mereka.

“Wahai istriku, sesungguhnya di kota Madinah ini sedang tersebar berita tentang Ummul Mukminin Aisyah. Bagaimanakah pendapatmu tentang berita itu ? "
Istri abu Ayyub berbalik bertanya, “Wahai suamiku, andaikan engkau sebagai Shafwan, apakah engkau penting dengan kejahatan yang dituduhkan kepada mahram Rasulullah saw? "
“Tidak !", jawab Abu Ayyub.
“Wahai suamiku, jika aku sebagai Aisyah, maka aku tidak akan mengkhianati Rasulullah. Aisyah jelas lebih baik dariku dan Shafyan jelas lebih baik darimu".

Kesaksian ummu Ayyub merupakan buah dari kedalaman iman sekaligus menunjukkan kecerdasan akal dan keselamatan pemikirannya. Sebagai mana perintah Allah swt dalam;
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ وَلا تَجَسَّسُوا وَلا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati. Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” (QS. 49:12)
1. Menyadari bahwa sebagian dari prasangka adalah dosa. Dalam ayat di atas, Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan untuk menjauhi kebanyakan dari prasangka dan tidak mengatakan agar kita menjauhi semua prasangka. Karena memang prasangka yang dibangun di atas suatu qarinah (tanda-tanda yang menunjukkan ke arah tersebut) tidaklah terlarang. Hal itu merupakan tabiat manusia. Bila ia mendapatkan qarinah yang kuat maka timbullah prasangkanya, apakah prasangka yang baik ataupun yang tidak baik. Yang namanya manusia memang mau tidak mau akan tunduk menuruti qarinah yang ada. Yang seperti ini tidak apa-apa. Yang terlarang adalah berprasangka semata-mata tanpa ada qarinah. Inilah prasangka yang diperingatkan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan dinyatakan oleh beliau sebagai pembicaraan yang paling dusta. (Syarhu Riyadhus Shalihin, 3/191).
Al-Imam Al-Qurthubi rahimahullahu menyebutkan dari mayoritas ulama dengan menukilkan dari Al-Mahdawi, bahwa zhan yang buruk terhadap orang yang zahirnya baik tidak dibolehkan. Sebaliknya, tidak berdosa berzhan yang jelek kepada orang yang zahirnya jelek. (Al Jami’ li Ahkamil Qur`an,16/218)
2. Tidak mencari-cari kesalahan orang lain (apalagi saudara sendiri) dan menggunjing mereka, hingga Allah memisalkan perbuatan tersebut seperti memakan daging saudara sendiri.
3. Jika kebetulan mendengar sesuatu hal yang belum teruji kebenarannya, maka wajiblah bagi mendahulukan prasangka baik (husnudzon) sebelum prasangka buruk (su’udzon),
Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullahu berkata, “Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman melarang hamba-hamba-Nya dari banyak persangkaan, yaitu menuduh dan menganggap khianat kepada keluarga, kerabat dan orang lain tidak pada tempatnya. Karena sebagian dari persangkaan itu adalah dosa yang murni, maka jauhilah kebanyakan dari persangkaan tersebut dalam rangka kehati-hatian. Kami meriwayatkan dari Amirul Mukminin Umar ibnul Khaththab radhiyallahu ‘anhu beliau berkata, ‘Janganlah sekali-kali engkau berprasangka kecuali kebaikan terhadap satu kata yang keluar dari saudaramu yang mukmin, jika memang engkau dapati kemungkinan kebaikan pada kata tersebut’.” (Tafsir Ibnu Katsir, 7/291).
Prasangka baik inilah yang akan menjadikan hubungan persaudaraan (ukhuwah) semakin erat dan melindungi dari penyakit hati iri dan dengki terhadap saudara seiman. Ikatan persaudaraan yang dilandasi oleh iman, yang terlindung dari gerogotan prasangka buruk dan kedengkian inilah yang akan memperkokoh bangunan Islam. Sebagaimana keluarga Ayyub menanggapi kabar angin yang berhembus di madinah kala itu.




Referensi:
Sirah nabawiyah. Dr Muhammad Said Ramadhan Al-Buthy, .
70 Tokoh Wanita dalam kehidupan Rasulullah. Ahmad Khalil Jam’ah

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar

Penulis Majalah Al 'Ibar

1. Ust. Agus Andriyanto, Lc

2. Ust Rohmanto, Lc

3. Ust. Amri Suaji, Lc

4. Ust. Abdus Salam, Lc

5. Ust. Aris Munandar, S.S.

6. Ust. Ulin Nuha, S.Pd.I

7. Ust. Jarot Nugroho, S.Pd.I

8. Ust. Budi Setiawan, S.K.M.

9. Ustadzah Umi Hajar, Lc

Alamat Kantor Redaksi,Periklanan dan Pemasaran

Pondok Pesantren Hamalatul Quran

Kembaran RT 4, Tamantirto, Kasihan, Bantul, Yogyakarta 

Telp/Fax: 0274 372 602 

email: pesantrenhamalatulquran@gmail.com

Diberdayakan oleh Blogger.

Tags

BTricks

BThemes